Selasa, 26 Mei 2009

HARTA ADALAH AMANAH DAN UJIAN

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka itulah orang-orang yang rugi”. (Qs. Al-Munafiqun [63]: 9)


Tidak dapat kita bantah bahwa harta merupakan salah satu pangkal kehidupan, dasar asasi bagi segala rupa pekejaan dan penegak keutuhan rumah tangga. Didalam cara mencarinya hendaklah tetap berpegang pada prinsif kebenaran agar kita tidak jatuh pada kesesatan, hati dan aqidah tetap terbentengi dengan kebaikan. Sadarilah, harta benda, kedudukan dan kesempatan yang kita miliki adalah amanat Allah yang wajib kita pelihara dan kita tunaikan dengan baik. Muhammad Mahdi al-Naraqi dalam “Jami’us Sa’adah” beliau menulis; Penyakit dunia yang paling parah yang berkaitan dengan potensi syahwat adalah harta. Karena itu orang yang rakus membutuhkan harta dan tidak merasa puas . sehingga ketika ia menjadi tingkat kefakiran dan mencapai tingkat pelampauan batas yang akibatnya merugikan. Ia tidak dapat memisahkan antara faedah dan penyakit. Bahkan ia tidak mampu membedakan antara kebaikan dan keburukannya, sehingga ketika kehilangan hartanya ia menduduk sifat kefakiran dan ketika mendapatkannya ia menduduki sifat kaya. Dengan dua keadaan ini ia mendapat ujian. Al-Qur’an dan Sunnah menjelaskan tentang tercelanya harta serta kehinaaan mencintainya secara berlebihan. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka itulah orang-orang yang rugi”. (Qs. Al-Munafiqun [53]: 9) . Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan; “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar”. (al-Anfal [8]: 28).


Tepat apa yang dikatakan oleh seorang bijak, harta itu seperti ular yang didalamnya ada racun penawar. Yang berbahaya adalah racunnya dan yang befaedah adalah penawarnya. Barang siapa yang mengetahui keduanya akan dapat menyelamatkan diri dari keburukannya dan dapat mengambil manfaat serta kebaikannya. Manusia baik secara pribadi, keluarga ataupun masyarakat. Betapapun dapat meraih apa yang diinginkannya, tetapi ketika cara mendapatkannya tidak sesuai dengan apa yang Allah syariatkan, maka pasti akan mengalami kehancuran. Jiwa tidak merasa terpuaskan, hidup selalu dihantui rasa takut yang menggelisahkan. Itulah orang-orang yang menjadikan harta dunia sebagai Tuhan. Allah menegaskan dalam firman-Nya; “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya?. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”. (Qs. Al-Jatsiah [45]: 23).


Ketahuilah sahabat, bila kita secara individu maupun masyarakat terlalu berlebihan memberikan prioritas pada urusan materi (harta), tidak mungkin cenderung kepada moralitas yang menuntut ketaatan sepenuhnya pada hukum-hukum kehidupan yang telah digariskan. Orang yang mengesampingkan segala urusan selain uang dan uang dalam perjuangan hari-harinya, tidak dapat berpegang pada etika keadilan dan kebenaran dan cenderung pada kesalahan. Catatlah dalam hati, Bahwa cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan. Buah dari kecintaan yang berlebihan terhadap harta (dunia) akan membawa pelakunya pada beberapa keadaan. Di antaranya adalah:



  • Mencintainya akan mengakibatkan mengagungkannya.

  • Mencintainya akan menyibukan kehidupannya, hingga lalai terhadap kewajibannya.

  • Pecinta dunia akan mendapat azab yang berat dan disiksa di tiga negeri, yaitu; di alam dunia ia di azab dengan kerja keras untuk mendapatkannya. Di alam barzakh ia di azab dengan perpisahan dari apa yang dicintainya, dan di alam akhirat ia akan diazab untuk mempertanggungjawabkan tentang dunia yang dimilikinya



Hanya kepada Allah sajalah kita mohonkan perlindungan. Dialah yang tidak ada kekuasaan melebihi kekuasaan-Nya. Tidak ada yang mampu menghancurkan apa yang telah dibangun-Nya. Tidak ada sesuatupun yang mampu memberi petunjuk bagi siapa yang telah disesatkan-Nya. kepada-Nyalah kembali segala apa yang diciptakan.


Ya Allah pemilik seruan yang sempurna, peneguh hati yang kerap terlena. Jangan Engkau biarkan hati kami terlena oleh rayuan dunia yang fana. Mudahkan diri ini untuk selalu mensyukuri setiap kenikmatan yang kami terima. Hindarkan diri kami ya Rabb..dari orang-orang yang selalu bebuat durjana. Kuatkan diri kami untuk selalu melakukan perbuatan yang mulia. Janganlah Engkau campakan kami menjadi hamba-hamba yang terhina.

KITA HANYA MUSAFIR LEWAT

"Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu,

kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali,

kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan”

(Qs. Al-Baqarah [2] : 28)


Ketahuilah sahabat, bahwa kehidupan dunia ini hanyalah persinggahan sebentar dalam perjalanan panjang menuju keabadian. Kita hanyalah musafir yang sedang menempuh perjalanan menuju negeri yang pasti dan abadi. Rasulullah berpesan kepada kita : “Jadilah dirimu di dunia ini seperti orang-orang asing atau seorang musafir ! “ (HR. Ahmad, Buchari, At-tarmidzi dan Ibnu Hibban). Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menasehati kita lewat bukunya “Al-Waqti Fi Hayati Muslim” (waktu dalam kehidupan muslim) Sesungguhnya berlalunya masa dan berputarnya siang dan malam bagi sorang: muslim tidak boleh dibiarkan tanpa mengambil pelajaran dirinya. Paling tidak, ia memikirkan kalau memang belum dapat mengambil pelajaran darinya. Sadarilah bahwa setiap waktu berjalan terjadi seribu satu macam kejadian, dari yang dapat kita indra sampai yang tidak dapat kita indra.


Sahabat, Tidak dapat kita bantah bahwa manusia dengan fitrahnya senang akan kehidupan yang baik dan juga mengharapkan usia yang panjang. Bahkan kalau bisa, kita ingin hidup selama-lamanya. Namun tidak dapat kita sangkal bahwa menginginkan kehidupan yang kekal di dunia adalah kemustahilan, sebab dunia yang sifatnya temporer ini satu saat akan hancur bersama dengan semua yang ada di dalamnya. Manusia dibatasi dengan kematian sebagai akhir suatu perjalanan atau batas kehidupan yang pasti tejadi dan tidak bisa ditolaknya. Kematian adalah akhir dari perjalanan kehidupan dunia yang fana dan pintu gerbang kehidupan yang kekal, yaitu akhirat. Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita agar selalu menyadari tentang kesementaraan kehidupan dunia ini. Dunia hanyalah tempat mengumpulkan bekal, agar kelak kita diterima Allah sebagai tamu yang baik dan ditempatkan pada tempat yang baik pula. Umur dunia sangat pendek, terlebih umur kita. Jangankan dibandingkan dengan lamanya waktu di akhirat, dibandingkan dengan waktu di dalam kubur saja, tentu tidak ada sekejapnya. Di sisi lain, kesementaraan hidup di dunia juga digambarkan oleh rasulullah saw. Dalam sabdanya : “Dunia (hanyalah berumur) tujuh harinya hari-hari akhirat” (HR. Ad-Dailami).


Jika umur dunia semenjak diciptakan hingga dihancurkan (kiamat) kelak hanya sebanding dengan tujuh harinya hari-hari akhirat, maka akan tergambarkan oleh kita bahwa umur kita tidak ada satu detikpun dari hari-hari akhirat. Jikalau kita mau menggunakan akal sehat dan berpikir sejenak tentang hakekat hidup di dunia ini, niscaya selain waktunya sangat sementara dan hanya satu kali, juga akan kita sadari bahwa kehidupan kita yang sangat sementara dan satu kali itu menjadi faktor penentu bahagia–sengsaranya kita dalam menjalani kehidupan yang sesungguhnya di akhirat kelak. Akhirat adalah kehidupan pasca dunia yang teramat panjang, dan panjang tak terkirakan. Ketahuilah, Kematian bukanlah perjalanan akhir bagi kehidupan sebenarnya, tetapi hanya merupakan tempat singgah (transit). Kematian itu sebenarnya hanya merupakan perpindahan dari satu norma ke norma yang lain. Kematian adalah suatu tanda bahwa kehidupan masa uji coba manusia telah selesai. Ketika hidup di dunia manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menjadi cobaan dan ujian baginya. Namun ketika kematian datang, selesailah kesempatan untuk memilih. Pada fase baru ini manusia dipaksa untuk meyakinkan dirinya bahwa ia mati. Pada saat inilah ia dapat melihat malaikat maut dan alam Allah yang sebelumnya terhijab (tertutup). Disebutkan dalam firman Allah : “Sesungguhnya kamu berada dalam kehidupan lalai dari (hal) ini, maka kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari yang amat tajam”. (Qs. Qaaf [50] : 22) . Ketika berada di alam substansi (dzar) dulu, kita pernah mengalami kematian. Setelah itu kita ke dunia menjadi makhluk hidup, dan tidak lama kemudian kita akan mengalami kematian lagi. Selanjutnya kita akan dibangkitkan, sebagaimana disebutkan dalam Al-qur’an : “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan” (Qs. Al-Baqarah [2] : 28)


Ketahuilah, Pasca di dunia masih ada alam kubur, Pasca alam kubur masih ada kiamat dan hari kebangkitan. Pasca kebangkitan masih ada alam padang mahsyar (mauqif) dan penimbangan amal (yaumul hisab). Pasca yaumul hisab masih ada kehidupan yang tidak terkirakan lamanya dan tidak mengenal batas akhir, yakni syurga atau neraka. Pada saat itu sejarah kemanusiaan sudah usai dan perjalanan telah berakhir dengan pasti. Yang terbentang dihadapan manusia saat itu adalah era kehidupan syurga atau neraka.

Pemuda Islam Energinya

Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; (13) - dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”. (QS Al Kahfi 13-14)

Pemuda dan masa muda merupakan tahapan hidup dalam kehidupan yang penuh dengan luapan energi. Aktif, reaktif, kreatif, sekaligus idealis. Ketika penindasan sedang terjadi dalam suatu masyarakat dan bangsa, para pemuda tampil melakukan perlawanan. Ketika kebekuan sedang melanda kehidupan masyarakat, para pemuda muncul melakukan pendobrakan. Ketika terjadi pengerusakan terhadap nilai-nilai kehidupan, para pemuda tampil memberantas nya. Dan ketika kebencian kepada para Nabi, Utusan Allah melanda suatu kaum, para pemuda tampil menjadi pembela yang gigih, sekaligus menjadi pengikut-pengikut setia para Nabi.

Di bawah ini ada beberapa karakter kehidupan pemuda yang pernah terukir dalam sejarah umat manusia, khususnya Islam. Karakter ini dapat juga diaplikasikan dalam kehidupan masa kini, mengingat sebenarnya sejarah itu cenderung berulang (history repeats itself). Sehingga, peristiwa kedzaliman di masa lalu, sangat mungkin kembali lagi meski dalam bentuk yang sedikit berbeda.

Pembela Kebenaran

Dalam catatan sejarah Islam, terungkap dengan jelas tatkala Nabi Musa mengajak kaumnya untuk menyembah Allah swt, maka hanya para pemuda sajalah yang mau mengikutinya. Sedang lapisan masyarakat lainnya menolak tegas. Mereka takut pada ancaman dan siksaan penguasa. Allah swt, telah memberitahukan sikap positif para pemuda itu sebagai berikut;

Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir`aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas. (QS. Yunus 83)

Hal yang serupa juga terjadi pada tahun-tahun permulaan Rasulullah menyampaikan Risalah Islamiyah kepada umatnya. Di sana, justru para pemuda lah yang lebih dulu menyambutnya dengan sepenuh hati. Mereka adalah Umar bin Khattab, Sa’ad bin Abi Waqash, Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Mas’ud, Thalhah bin Ubaidillah, Zubail bin Awwam, Ali bin Abi Thalib, dan lain-lain yang umurnya kala itu rata-rata belum 20 tahun. Sedang, Abu Bakar Ash-Shiddiq yang namanya menjadi buah bibir orang di masa itu, dan telah membantu mengantarkan para pemuda itu memeluk Islam, usianya belum sampai 40 tahun.

Penghancur Kebatilan

Sebaliknya, pemuda juga menjadi orang pertama penghancur kebatilan. Dalam kisah Raja Namrud, di saat pemerintahannya kedzaliman banyak terjadi dan masyarakat masih menyembah patung-patung. Saat itu, seorang pemuda bernama Ibrahim lah yang tampil secara heroik menentang kedzaliman Raja Namrud dan menghancurkan patung-patung sesembahan mereka.

Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala, namanya Ibrahim“. (QS. Al-Anbiya 40)

Dalam kurun waktu yang berbeda, ketika kebatilan teramat kuat merasuki kehidupan masyarakat, suku dan bangsa lantaran dukungan penuh dari kalangan militer, birokrat, dan penguasa, para pemuda pilihan maju pantang mundur. Bahkan mereka menolak tawaran perdamaian dari para penguasa. Mereka menolak kompromi antara kebatilan dan kebenaran. Bagi mereka, antara keduanya tidak bisa disatukan, karena bentuk dan sifat berbeda. Jika tetap dipaksa mereka lebih suka memilih berlepas diri, daripada hidup bersama kebatilan. Itulah sikap para pemuda Ashabul Kahfi, yang perjalanan hidupnya diabadikan secara indah dalam Al-Quran.

Mereka mengembara untuk menghindarkan diri dari kebatilan, sampai suatu gua mereka masuk dan beristirahat dengan tenang. Padahal di luar, penguasa terus memburunya. Di dalam gua itu, mereka tidur pulas berhari-hari lamanya, bahkan beratus tahun, tanpa haus, lapar, maupun lelah. Mereka tidur panjang, melampaui zamannya. Saat terbangun, mereka merasa seperti baru tidur sebentar saja, tak kurang sedikit pun juga. Sehat wal Afiat. Sungguh ajaib!

Itulah pertolongan Allah yang diberikan kepada para pemuda yang gigih melawan kebatilan. Mereka diberi petunjuk dan kekuatan oleh Allah sehingga memperoleh kejayaan.

Berilmu dan Berwawasan Luas

Pemuda pilihan juga pemuda yang memiliki ilmu dan wawasan yang luas, seperti yang diperlihatkan oleh Ali bin Abi Thalib. Sejak masih kanak-kanak ia memang tekun menuntut ilmu dan membaca berbagai fenomena masyarakat. Ketika tumbuh menjadi pemuda, ilmu dan wawasannya bertambah banyak, melebihi orang-orang yang seusianya. Beberapa sahabat senior tak jarang menanyakan sesuatu masalah kepadanya, dan dijawab dengan tuntas. Ia menjadi gudang ilmu, sepeninggal Rasulullah saw. Dan dengan bijaksana ia berkata, “Tiap wadah (tempat) menjadi sempit dengan barang yang dimasukkan ke dalamnya, kecuali tempat ilmu, maka ia akan bertambah luas.”

Pernyataan itu benar. Ketika berbagai persoalan yang juga mengantar terjadinya berbagai kemelut di masyarakat dan pemerintahan, ia mampu menghadapinya dengan memberikan berbagai pandangan yang luas. Pemuda pilihan memang harus memiliki ilmu dan wawasan yang luas. Terlebih pada zaman sekarang ini dimana ilmu manusia sudah sangat maju.

Berakhlaq Mulia

Pemuda pilihan selain memiliki sikap-sikap positif di atas, juga harus berakhlaq mulia seperti yang terlihat pada diri Muhammad saw, jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi Utusan Allah. Begitu rupa keindahan akhlaq nya, sampai orang-orang menyebutnya “Al-Amin”, artinya orang yang dapat dipercaya (jujur).

Syekh Shafiyyur Rahman, seorang sejarahwan pernah menulis bahwa Nabi SAW menonjol di tengah kaumnya dikarenakan perkataannya yang lemah lembut, akhlaqnya yang utama dan sifat-sifatnya yang mulia. Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya, paling bagus akhlaqnya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya sehingga orang-orang menjulukinya Al-Amin, karena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai Allah dan manusia. Walhasil, beliau adalah uswah hasanah, contoh teladan yang baik sejak dari kanak-kanak sampai akhir hayatnya.

Keluhuran akhlaq sangat diperlukan bagi pemuda, sebab mereka akan menjadi tumpuan hidup bagi keluarganya, masyarakatnya, bangsa, dan negaranya, serta umat manusia pada umumnya. Di bagian lain, keluhuran akhlaq diperlukan bagi pemuda lantaran fisik mereka sedang mengalami proses pertumbuhan . Jika dalam proses pertumbuhan itu mereka diisi dengan akhlaq yang baik, maka akan menghantarkan jiwa mereka menjadi baik. Dan, tentunya hidupnya menjadi lebih bermakna, baik bagi di ri sendiri maupun bagi orang lain.

Wallahu ‘alam bisshawwab.